Kamis, 24 Mei 2012

BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN ORGANIK

PENERAPAN TEKNOLOGI PERFORASI
BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK
UNTUK KONSUMSI SUPERMARKET
Oleh : Dr. Ir. Listyanto, MSc *)
I. PENDAHULUAN
Go back to nature to be health, saat ini bukan hanya slogan tetapi banyak yang mengharapkan dan menerapkan. Berbagai upaya dilakukan manusia untuk membuat makanan benar-benar natural atau orang sering bilang sayuran/ beras/jagung/kedelai organik. Melihat animo masyarakat yang demikian besar maka banyak produsen bahan makanan memproduksi dan menawarkan bahan makanan organik.
Sekarang timbul pertanyaan kepada konsumen maupun produsen bahan makanan organik
Bagaimana pengertian bahan makanan organik?, dan apakah yang bahan makanan yang diproduksi dan dikonsumsi tersebut benar-benar organik yang menyehatkan?
Jawaban menimbulkan perdebatan yang cukup seru. Produsen bahan makanan organik akan tetap mengklaim bahwa produk yang dihasilkan adalah benar-benar organik. Sedangkan para pengamat dan pemerhati bahan makanan organik mempunyai pandangan yang lain. Untuk konsumen banyak yang kurang tahu apa itu yang disebut bahan makanan organik? Mereka berkeinginan untuk konsumsi bahan makanan organik untuk memperoleh kesehatan dalam hidupnya. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat digaris bawahi bahwa tujuan mengkonsumsi bahan makanan organik yaitu untuk kesehatan.
Mengacu pada pengertian untuk kesehatan tersebut maka dapat dibuat pengertian garis besar bahwa bahan makanan organik yang sehat adalah sebagai berikut:
  1. Bahan makanan tidak mengandung unsur-unsur yang dapat mengganggu/ menghambat metabolisme tubuh manusia/ hewan dalam hidupnya.
  2. Namun bahan makanan tersebut mengandung unsur-unsur untuk kebutuhan metabolisme tubuh manusia/ hewan dalam hidupnya.

Pertanyaan bagi produsen bahan makanan organik: Apakah bahan makanan yang diproduksi memenuhi kriteria tersebut?
Case I.
Bahan makanan diproduksi di lahan yang dahulunya telah dilakukan penanaman dengan menggunakan zat-zat kimia sintetis baik berupa pupuk maupun pestisida. Walaupun saat ini menggunakan bahan kompos, organik dalam budidayanya, namun belum tentu tanaman bersifat bahan makanan organik yang sehat.
Permasalahannya adanya residu pestisida yang terserap oleh tanaman.
Case 2.
Bahan makanan yang diproduksi dari media organik (kompos). Belum tentu sebagai bahan makanan organik, permasalahannya adalah:
  1. Apakah media organik tersebut tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi manusia (misal: diambil dari jerami yang berasal dari tanaman yang disemprot pestisida.
  2. Apakah kandungan unsur hara di media kompos tersebut memenuhi kriteria/ mengandung unsur-unsur untuk kesehatan manusia. (misalnya: manusia membutuhkan unsur-unsur mineral: Fe, Zn, Mn, Mg, dan lain-lainnya)
Case 3.
Penanaman yang ditanam dari tanah/ lahan yang sebelumnya tidak pernah ditanam oleh tanaman pangan dan dalam budidayanya tidak menggunakan zat sintetis kimia. Hasil produk tersebut belum tentu sebagai produk tanaman organik.
Permasalahannya adalah:
Tanah asli belum tentu mempunyai kandungan yang sesuai untuk kesehatan manusia. Banyak diantaranya mengandung unsur-unsur logam berat (Al, Fe, Pb, dll) bahkan tidak hanya beracun bagi manusia, tetapi banyak yang beracun bagi tanaman itu sendiri.
Berdasarkan beberapa “case” tersebut di atas maka akan timbul pernyataan apakah produk yang selama ini dinyatakan sebagai produk bahan makanan organik dapat memenuhi dua kriteria yaitu: (1) tidak mengandung unsur yang dapat mengganggu pertumbuhan metabolisme manusia dan (2) mengandung unsur-unsur yang mendukung kesehatan manusia.
Untuk mencapai kriteria bahan makanan organik dan menyehatkan tersebut dapat ditempuh pada saat budidaya tanaman tersebut, yaitu:
  1. Penggunaan media tanaman yang bebas dari unsur-unsur yang menjadi pengganggu/ penghambat pertumbuhan kehidupan tanaman, hewan dan manusia
  2. Proses perawatan selama budidaya tersebut yang mampu menjaga menjadi tanaman organik yang sehat.
 
II. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM MEMPRODUKSI BAHAN MAKANAN ORGANIK UNTUK KONSUMSI SUPERMARKET
Produk bahan makanan organik merupakan usaha yang sarat dengan resiko, karena pada budidaya produk bahan makanan organik mempunyai permasalahan sebagai berikut:
  1. Budidaya bahan makanan organik yang diinginkan tidak menggunakan bahan an organik (pupuk dan pestisida) pada umumnya produktivitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk yang menggunakan saprodi an organik.
  2. Resiko kegagalan oleh serangan hama dan penyakit jauh lebih tinggi. Pada umumnya tanaman organik lebih sering mendapatkan hama dan penyakit dari pada tanaman yang menggunakan bahan pestisida.
  3. Biaya sarana/ prasarana budidaya dan pemeliharaan jauh lebih mahal.
Dengan adanya resiko tersebut para petani berkeinginan bahwa produk bahan makanan organik dihargai dengan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan produk non organik.
Di pihak lain, Supermarket merupakan tempat penjualan yang bergengsi dengan sasaran pada konsumen kalangan menengah ke atas. Untuk menjaga pelanggan untuk tetap membeli di supermarket maka pengelola supermarket menjamin bahwa produk yang dijual mempunyai kualitas tinggi. Beberapa persyaratan yang diberikan diantaranya:
  1. Informasi yang diberikan pada produk dapat dipertanggung jawabkan. Misal: produk organik maka jika dilakukan pengujian maka dapat dibuktikan kebenarannya.
  2. Kualitas penampakan menarik. Selain kualitas sebagai bahan makanan organik, maka juga dituntut untuk penampakan yang menarik. Penampakkan ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan daya tarik konsumen. Keadaan yang menarik ini sangat sulit dipenuhi para produsen. Karena pada umumnya tanaman organik yang tidak menggunakan bahan an organik dan kimia sintesis kurang subur dan sasaran untuk hama dan penyakit.
  3. Keberadaan (jumlah dan rutinitas terjamin). Keberadaan atau jumlah pasokan harus terjamin sesuai dengan jumlah yang dipesan, dan rutinitas selalu tersedia. Untuk memenuhi hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh petani kecil maupun pedagang kecil. Memerlukan suatu pola tanam luasan produksi dan jenis taman serta jadwal budidya yang ketat.
Ketiga hal di atas sering menjadi kendala bagi para produsen untuk menjadi mitra tetap super market. Pada umumnya para produsen tidak dapat menujukkan bukti kuat sesuai dengan informasi yang diberikan. Bahan makanan organik yang diproduksi masih sebatas pengetahuan yang dimiliki, seperti penjelasan di atas.
Untuk memecahkan masalah tersebut dapat dilakukan melalui 2 sisi yaitu : (1) sisi kualitas produk yaitu dapat dicapai dengan teknologi perforasi. (2) pemenuhan kuantitas dan kontinuitas dengan cara menajemen desain dan pola tanam.
 
III. TEKNOLOGI PERFORASI MENGHASILKAN PRODUK TANAMAN ORGANIK
Untuk menghasilkan tanaman organik yang dapat dipertanggung jawabkan perlu perlakukan secara total yang saling mendukung. Perlakuan dimulai dari persiapan lahan/ media tanam, permeliharaan mulai penggunaan pupuk, dan pengendalian hama dan penyakit. Pada masing-masing tahapan diperlukan pembenahan untuk memperoleh hasil yang benar-benar optimal sebagai tanaman organik.
Penerapan teknologi perforasi budidaya tanaman ini selain untuk menjamin kualitas produk, juga digunakan untuk meningkatkan produktivitas hasil atau peningkatan produksi per hektarnya.
1. Penyiapan media/ lahan tanaman.
Terdapat berbagai cara untuk menyediakan media/ lahan tanaman.
a). Media khusus.
Membuat media bahan organik sebagai tempat tumbuh untuk menghasilkan tanaman organik yang sehat bukan hanya dilihat dari media yang bersumber bahan organik saja tetapi lebih jauh dari itu, secara keilmuan dan hasil pengecekan laboratorium dapat dipertanggung-jawabkan.
Proses pembuatan media organik pada umumnya dibagi menjadi 3 yaitu: Tahapan pembuatan
  1. Penyiapan bahan: Pada umumnya pembuatan media bahan organik berasal dari bahan organik dari tanaman dan hewan baik berupa langsung, kotoran, limbah produks ikan, dll. Bahan-bahan tersebut diproses dengan cutting (pencacahan), mixing (pencampuran)
  2. Proses fermentasi: Merupakan proses alami diantaranya proses penguraian atau (decomposing), memproses dengan mikroba dari bahan mentah menjadi kompos.
  3. Proses finishing (granuling, packing, distribusing, dll).
Pada umumnya proses fermentasi menggunakan jenis mikroba yang berfungsi sebagai pengurai/pembusuk (decomposer), ada yang tambahkan mikroba yang berfungsi sebagai pelarut phospat, penghimpun Nitrogen dan pengubah keasaman tanah.
Media Bahan Organik Bio Performasi atau media bahan organik dengan menggunakan proses Bio Perforasi yaitu proses alami dengan menfaatkan mikroba unggulan yang dapat menyerap, menguraikan, memproduksi, mengelola, menyimpan, mengubah unsur alam menjadi bahan organik (unsur hara organik) yang sehat bagi tanaman hewan dan manusia. Beberapa kemampuan mikroba tersebut adalah:
  1. Adanya mikroba yang mempunyai kemampuan mengeluarkan enzyme yang mengubah senyawa beracun (logam berat, pestisida, dll) dan keasaman tanah menjadi senyawa netral yang tidak racun/ penghambat metabolisme tanaman, hewan dan manusia. Dengan demikian residu racun dari bahan-bahan yang digunakan sebagai media organik maupun tanah tersebut menjadi netral.
  2. Adanya mikroba yang mampu menyerap dan mengumpulkan unsur hara alam yang berasal dari udara (Nitrogen, Oksigen, Carbon Dioksida, Air, dll) selanjutnya disedikan untuk makanan tanaman.
  3. Adanya mikroba yang mampu merangsang zat tumbuh tanaman (auxin, giberillin dan sitokinin) dan kemampuan merangsang hormon florigen yang berfungsi untuk produktivitas tanaman).
Dengan demikian Media Bahan Organik hasil proses bio perforasi ini dipastikan bersifat unsur hara organik dan bebas dari racun baik berasal dari alam maupun residu perbuatan manusia.
Hasil tanaman dengan menggunakan media bahan organik Bio Perforasi dan dalam proses pelaksanaan tidak ditambahkan unsur-unsur yang berbahaya bagi manusia dan hewan maka dapat dipastikan hasil tanaman yang diproduksinya bersifat organik.
 
b). Lahan / media tanah.
Pada tanah yang digunakan sebagai media tanaman mempunyai masalah bahwa tanah/media tersebut dimungkinkan mengandung unsur-unsur yang tidak dikehendaki untuk kesehatan tanaman, hewan maupun manusia.
Agar tanaman yang dihasilkan bersifat organik maka perlu adanya perlakukan khusus untuk memperbaikinya:
  1. Disemprotkan dengan pupuk Bio P 2000 Z yang berisikan mikroba. Kemampuan mikroba yang ada di dalam pupuk tersebut sama dengan kemampuan mikroba yang digunakan untuk pembuatan media organik (lihat penjelasan pada media organik).
  2. Sebagai unsur bahan organik yang diserap oleh tanaman, maka lahan ditambahkan media organik di atas dengan dosis 2 ton per hektar untuk tahun pertama.
 
 
2. Pemeliharaan Tanaman.
Pemeliharaan disesuaikan dengan jenis komodite yang ditanam. pemeliharaan pada budidaya seperti pembibitan, penanaman, pengairan, perawatan, pengendalian gulma, dan lain-lain dilakukan sesuai dengan teknik budidaya pada umumnya. Beberapa hal yang mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut:
  1. Pemupukan dihindari dengan menggunakan pupuk an organik. Untuk menggantikan kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman maka dilakukan dengan pupuk organik cair. Dalam hal ini menggunakan pupuk organik cair “PHOSMIT”. Pupuk “Phosmit” berisikan unsur organik cair sebagai unsur makanan, hormon dan enzym yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Disamping itu “Phosmit” mengandung mikroba sehingga dapat dinyatakan “Pupuk Bio Organik”
    Penggunaan pupuk Phosmit mempunyai dua fungsi yaitu:
    1. Meningkatkan produktivitas tanaman, dengan cara menyediakan unsur hara makanan ,enzym dan hormon tanaman.
    2. Membuat produk tanaman bersifat organik.
    Paduan antara unsur hara yang disedikan oleh media organik, dan dipadukan dengan pupuk organik cair phosmit yang bersifat multi fungsi tersebut maka dapat menghasilkan sayuran yang bersifat organik dan berproduktivas tinggi.
  2. Pengendalian hama dan penyakit.
    Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan berbagai metode diantaranya:
    1. Melakukan budidaya sayuran pada lokasi yang tepat. Tanaman yang mempunyai tingkat resiko tinggi seperti cabe, tomat, dilakukan budidaya di dalam green house. Sedangkan sayuran yang tahan serangan hama dan penyakit seperti buncis, kangkung, kacang panjang, daun bawang, wortel, bayam, dll.
    2. Melakukan tindakan preventif dengan cara fisik seperti: pengolahan lahan dengan benar (dijemur dengan waktu tertentu), perlakukan pola tanam untuk memutus rantai hama dan penyakit, gropyokan, perangkap hama, pengaturan irigrasi dan drainase, proteksi dan isolasi, system ganti komodite sampai beberapa periode.
    3. Melakukan pengendalian dengan menggunakan bahan-bahan alam . Seperti penggunakan kapur, dolomite, abu, dedak, dll.
    4. Penggunaan bio control, yaitu pestisida nabati yang dibuat dari bahan-bahan tanaman yang mempunyai sifat mengendalikan hama dan penyakit dalam waktu tertentu. Setelah penyerangan dapat dikendalikan, maka dilakukan penetralan dengan “Phosmit” atau “ Bio P 2000 Z” yang berisikan mikroba dengan kemampuan menrombak sifat racun menjadi sifat alami.
IV. DESIGN / POLA TANAM.
Salah satu permasalahan yang dihadapi sebagai pemasok selain kualitas juga berkenaan dengan keberadaan barang. Keberadaan barang ini dipengaruhi oleh banyak fakto, diantaranya:
  1. Jenis: artinya jenis tanaman apa saja yang akan dipasok
  2. Kuantitas : artinya seberapa banyak barang yang dipasok.
  3. Waktu pasokan: kapan saja barang tersebut di pasok.
  4. Waktu produksi: yaitu waktu yang digunakan produsen untuk menghasilkan bahan tersebut.
  5. Rotasi penanaman: perlu diketahui untuk memutuskan
Sebagai pemasok sebaiknya tidak memproduksi banyak jenis tanaman, hal ini menyulitkan dalam penyediaan bahan. Jika memang dituntut penyediaan banyak jenis maka harus dibuat pengelompokan usaha tani.
Beberapa ketentuan dalam mendesain/ pola tanam adalah sebagai berikut:
  1. Penentuan Luas Tanam: dipengaruhi banyaknya dan periode pemasokan.
    Misal 1: Tanaman Sawi pasokan setiap 4 hari dengan kuota 2 kuintal. Umur tanaman pembibitan 8 minggu, penanaman hingga panen membutuhkan 32 hari dan persiapan lahan 8 hari, produktivitas per 1000 meter persegi 0,5 kuintal (bersih).
    Dari data tersebut makakebutuhan luas tanam adalah
    Misal 2:
    Wortel periode pasokan setiap 4 hari dengan kuota 5 kuintal, Umur tanaman + persiapan lahan 80 hari, produktivitas 1 kuintal per 1000 m2
    Berdasarkan data tersebut maka:
     
    • Pemenuhan per 1 periode pasokan = 2 kuintal : 0,5 x 1000 m2 = 4000 meter2
    • Lama produksi (40 hari ) dan periode pasokan maka perlu setiap 4 hari maka lahan yang dipersiapan adalah 10 periode.
    • Dengan demikian luas lahan yang digunakan budidaya adalah 4000 m2 x 10 perode = 40.000 m2 atau 4 hektar.
    • Kebutuhan lahan setiap periode = 5.000 m2
    • Berdasarkan umur tanaman maka perlu penyiapan untuk 80 : 4 = 20 periode.
    • Luasan yang dibutuhkan adalah 20 periode x 5.000 m2 = 100.000 m2 atau 10 ha.
  2. Penentuan pola tanam.
    Pola tanam digunakan adalah pola gilir:
    Misal: dalam beberapa periode tanam untuk 4 jenis tanaman adalah sebagai berikut:
    Berdasarkan pola tanam dan umur tanaman maka penentuan desain tanam dikelompokkan tanaman yang mempunyai umur hampir sama. Hal ini mempermudah pengaturan pola tanam.
    Pada umumnya tanaman sayuran dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
     
    1. Kelompok tanaman dengan umur 35hari.
      Pada kelompok ini umur tanaman tidak persis 35 hari tetapi mempunyai variasi antara 25 hari hingga 40 hari. Sisa waktu yang ada digunakan untuk perbaikan lahan. Sehingga secara bergilir tanaman diusahakan dengan masa panen antara 35 hari. Sehingga antara periode tanam antar komodite dapat dilakukan secara berkesinambungan.
    2. Kelompok tanaman dengan umur 60 hari
      Hal sama desain penanamannya dilakukan dengan waktu umur panen dan periode pasokan ke konsumen. Kelompok tanaman berumur antara 45 hari hingga 70 hari. Di sela waktu tersebut dilakukan dengan cara perawatan/ perbaikan media/lahan.
    3. Kelompok tanaman dengan umur 90 hari.
      Pada tanaman ini pada umumnya merupakan tanaman semusim yang dipengaruhi oleh cuaca, pada musim tertentu sulit dilakukan penanaman. Walaupun dapat dilakukan tetapi mempunyai resiko lebih besar. Misal tanaman padi, jagung, kedelai, dll yang waktu tanam lebih baik dilakukan pada musim yang sesuai.
  3. Hal-hal tertentu sebagai pertimbangan penentuan desain pola tanam.
    Beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menentukan desain adalah:
    Teknik mendetail pelaksanaan dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) kegiatan.
    1. Jenis tanaman yang sangat respon terhadap perubahan iklim.
    2. Penentuan jumlah kebutuhan pasokan.
    3. Usaha preventif dan curative terhadap serangan hama dan penyakit
 

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com